Peristiwa

Perundungan Sekolah Marak, Komisi X Soroti Pentingnya Pendidikan Karakter

×

Perundungan Sekolah Marak, Komisi X Soroti Pentingnya Pendidikan Karakter

Sebarkan artikel ini
Perundungan Sekolah Marak, Komisi X Soroti Pentingnya Pendidikan Karakter
Doc. Foto: Sumsel update

Koropak.com – Kasus Bullying (perundungan) di kalangan anak sekolah yang semakin marak akhir-akhir ini telah memunculkan keprihatinan mendalam terhadap masa depan pendidikan Indonesia.

Dalam lintasan sejarah pendidikan bangsa, perundungan bukan sekadar pelanggaran etika, melainkan cerminan dari krisis karakter yang terjadi di tengah-tengah generasi muda.

Komisi X DPR RI pun menyampaikan pandangannya bahwa salah satu langkah strategis untuk meminimalisir perundungan di sekolah adalah dengan memperkuat kembali program ekstrakurikuler (ekskul) sebagai fondasi pendidikan karakter.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf, dalam pernyataannya pada Jumat, 13 September 2024, mengungkapkan rasa sedih yang mendalam melihat realitas yang terjadi.

“Saya tentu merasa sangat prihatin mendengar banyaknya kasus perundungan di lingkungan sekolah, dan saya bertanya-tanya, bagaimana mungkin anak-anak usia belia bisa begitu berani dan nekat melakukan tindakan keji seperti itu,” ujar Dede Yusuf, mengungkapkan kekhawatirannya atas fenomena ini.

Menurutnya, salah satu alasan mendasar di balik perilaku menyimpang tersebut mungkin disebabkan oleh minimnya kegiatan yang bersifat positif dan energik di sekolah.

“Kurangnya aktivitas yang membentuk karakter kuat pada anak-anak kita bisa menjadi salah satu faktor utama,” lanjutnya. Hal ini menggarisbawahi pentingnya ekstrakurikuler sebagai medium pembentukan kepribadian, disiplin, dan etika sosial.

Kasus perundungan yang kini menjadi sorotan publik adalah peristiwa tragis yang menimpa siswa SMK Negeri 1 Gorontalo, berinisial AR, seorang anak berusia 14 tahun yang diduga dipalak dan dipaksa meminum minuman keras oleh teman-temannya di lingkungan sekolah.

Tragedi ini menjadi potret kelam dari tantangan besar yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia dalam menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi perkembangan moral generasi muda.

Peristiwa ini, selain menimbulkan duka mendalam, juga menjadi panggilan bagi seluruh elemen bangsa untuk bangkit dan melakukan perubahan fundamental dalam pendidikan karakter, yang salah satunya bisa diwujudkan melalui penguatan program ekstrakurikuler di sekolah-sekolah.

Beberapa waktu lalu, perundungan juga terjadi di SMP 3 Sungguminasa Gowa, Sulawesi di mana seorang siswa dianiayai oleh temannya sendiri hingga terkapar. Video perundungan dengan aksi kekerasan itu viral di media sosial.

BACA JUGA:  Pria Jaket Hitam Diduga Lakukan Pelecehan di Pertashop Cianjur

Sebelumnya, peristiwa tragis yang melibatkan anak sekolah juga terjadi di Palembang, Sumatera Selatan. Siswi perempuan berinisial AA (13) menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh 4 temannya sendiri. Para pelaku semuanya masih di bawah umur.

Dede Yusuf pun menekankan pendidikan karakter sangat diperlukan untuk menekan kasus perundungan maupun kejahatan anak usia sekolah. Pendidikan karakter salah satunya bisa didapat lewat kelas-kelas ekstrakulikuler yang pada masa-masa sebelumnya merupakan progran wajib di sekolah.

“Ekskul itu bukan pembelajaran akademik, tapi pembelajaran karakter. Nah itulah yang belum banyak memahami, Pemerintah kita masih fokus pada pendidikan akademik saja,” sebut Dede.

Menurut pimpinan Komisi Pendidikan DPR tersebut, pendidikan karakter sangat penting dimiliki oleh anak-anak. Dede juga menyebut pendidikan karakter seharusnya ditanamkan sedini mingkin, yang bisa didapat lewat kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.

“Ekskul harusnya tetap digiatkan, karena kalau tidak, anak-anak energinya tersalurkan ke hal-hal yang tidak benar. Ketika ekskul ataupun kegiatan aktivitas anak muda menjadi kurang terperhatikan maka anak-anak ini perlariannya nongkrong, minum-minum atau melakukan hal-hal yang tidak terpuji,” paparnya.

“Sementara kalau kita lihat generasi dulu itu kan ekskul banyak tuh bahkan sampai sore. Jadi tidak membuat anak-anak itu energinya habis hanya untuk main game online atau hal-hal yang bersifat negatif,” sambung Dede.

Saat ini, kegiatan ekskul di sekolah hanya bersifat pilihan sehingga kurang mendapat atensi. Apalagi, menurut Dede, pihak sekolah tidak mendapat dukungan pendanaan dari Pemerintah sehingga ekskul di sekolah hanya sekadar formalitas saja dan hasilnya kurang efektif.

“Sekarang untuk ekstrakurikuler masih ada di sekolah, tapi kan hanya sekadar pilihan. Kalau tidak wajib kan anak-anak lebih banyak tidak mengikutinya,” ungkapnya.

Untuk itu, Dede mendorong Pemerintah memberikan dukungan dana untuk program ekskul di sekolah. Terutama bagi sekolah-sekolah negeri yang memiliki banyak siswa dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Sebab biasanya, siswa dari kalangan menengah ke atas lebih memiliki akses kegiatan ekstrakulikuler mandiri di luar sekolah melalui kursus-kursus.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!