Koropak.com – Penerimaan amal ibadah adalah hak prerogatif Allah SWT dan tidak dapat diketahui oleh manusia. Namun, terdapat beberapa indikasi yang mungkin menunjukkan bahwa amal seseorang diterima oleh Allah SWT.
Tanda ini disebutkan dalam kitab Al-Hikam karya Syekh Ibnu Atha’illah As-Sakandari yang diterjemahkan H Salim Bahreisy. Dikatakan, apabila seseorang merasakan buah dari amal ibadahnya, bisa jadi itu pertanda amal diterima.
“Siapa yang dapat merasakan buah dari amal ibadahnya di dunia ini, maka itu dapat dijadikan tanda diterimanya amal itu oleh Allah kelak,” tulis Syekh Ibnu Atha’illah As-Sakandari.
Syekh Ibnu Atha’illah As-Sakandari menjelaskan, maksud buah dari amal ibadah di dunia adalah merasakan lezat manisnya amal tersebut, sehingga terasa sebagai nikmat yang tak ada bandingannya.
Para ulama mengatakan merasakan kenikmatan ibadah dalam waktu yang lama. Atabah Al-Ghulam berkata, “Saya melatih diri sembahyang malam 20 tahun, setelah itu baru saya merasakan nikmat bangun malam.”
Tsabit Al-Bunany RA berkata, “Saya melatih membaca Al-Qur’an 20 tahun setelah itu baru saya merasakan nikmat membaca Al-Qur’an.”
Abu Turaab memiliki pendapat yang hampir serupa mengenai tanda diterimanya amal seseorang. Menurutnya, jika seseorang bersungguh-sungguh dalam niat amalnya, dapat merasakan nikmat amal itu sebelum mengerjakannya, dan apabila ikhlas dalam melakukannya, merasakan manisnya amal ketika melakukannya, dan amal yang sifatnya demikian itu adalah amal yang diterima dengan karunia Allah SWT.
Ulama lain, Al-Hasan, berpesan agar terus mencari manisnya amal itu. Apabila sudah mendapatkannya maka bergembiralah dan lanjutkan tujuan. Namun, apabila belum menemukannya, kata Al-Hasan, ada tiga pintu yang masih tertutup, yaitu saat membaca Al-Qur’an, berdzikir, dan ketika sujud.
Ada juga yang berpendapat jalan lain untuk menemukan manisnya amal adalah melalui sedekah dan bangun malam.
Dalam Nashaihul ‘Ibad karya Syekh Nawawi Al-Bantani terdapat keterangan yang menyebut tanda diterimanya amal adalah ketika seseorang mengakui kelalaian dirinya. Dikatakan,
“Orang yang selalu mengakui kelalaian dirinya (mengakui kelemahan diri dalam menjalankan ketaatan) adalah perilaku terpuji, dan pengakuan atas kelalaian diri adalah tanda diterimanya amal (sebab hal itu menunjukkan tiadanya sifat bangga diri dan sombong dalam diri orang itu).”
Dalam buku Menjadi Khalifah Allah yang Memperbaiki karya Ibnu Muhajir terdapat keterangan dari sebagian ulama salaf mengenai tanda diterimanya amal ibadah seseorang. Dikatakan,
“Balasan dari amal kebaikan adalah amal kebaikan selanjutnya. Barang siapa melaksanakan kebaikan, lalu dia melanjutkan dengan kebaikan selanjutnya, maka itu adalah tanda diterimanya amal yang pertama. Begitu pula orang yang melaksanakan kebaikan, lalu dilanjutkan dengan melakukan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya amal atau tidak diterimanya amal kebaikan yang telah dilakukan.”