Koropak.com – Hadits-hadits yang membahas tentang makan sambil berdiri memiliki perbedaan pandangan, dan pemahaman ini penting untuk diketahui. Salah satu referensi utama mengenai hal ini adalah hadits dari Anas bin Malik RA, yang menyatakan:
Anas bin Malik RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW melarang makan sambil berdiri. Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memberikan arahan agar makan dilakukan dalam posisi duduk, yang dianggap lebih sopan dan sesuai dengan adab.
Namun, ada juga hadits lain yang memberikan konteks berbeda. Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA, disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah meminum air zamzam sambil berdiri. Peristiwa ini terjadi saat Ibnu Abbas RA sedang melakukan tawaf di Mekkah dan tidak menemukan tempat duduk.
Dalam hal ini, Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu Fatawa menjelaskan bahwa meskipun terdapat larangan makan sambil berdiri dalam beberapa hadits, terdapat keringanan atau dispensasi dalam keadaan tertentu. Ia menjelaskan bahwa makan dan minum sambil berdiri dapat diterima jika tidak ada pilihan lain atau jika kondisi memaksa.
Lebih lanjut, menurut kitab Fiqhul Ath’imah oleh Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, tindakan makan dan minum sambil berdiri dianggap makruh jika tidak ada kebutuhan mendesak. Kelonggaran diberikan dalam situasi di mana duduk tidak memungkinkan.
Dengan demikian, pemahaman tentang makan sambil berdiri perlu mempertimbangkan konteks dan kondisi yang ada, serta menyesuaikan dengan adab dan kebiasaan yang dianjurkan dalam Islam.
Salah satu dalil yang menjelaskan mengenai perkara ini adalah hadits yang bersumber dari Anas bin Malik RA. Ia berkata,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَجَرَ عَنِ الشَّرْبِ قَائِمًا
Artinya: “Bahwasanya Nabi (Muhammad) SAW melarang minum sambil berdiri.”
Qatadah bertanya,”Bagaimana dengan makan?” Beliau SAW menjawab, “Makan lebih buruk dari itu (bila sambil berdiri).” (HR Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Darimi)
Dalam riwayat lainnya juga disebutkan dari Ibnu Umar RA. Ia berkata,
كُنَّا نَأكُلُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ وَنَحْنُ نَمْشِي، وَنَشْرَبُ وَنَحْنُ قِيَامٌ
Artinya: “Pada masa Rasulullah SAW kami biasa makan sambil berjalan dan minum sambil berdiri.” (HR At Tirmidzi)
Syaikh Muhammad Al-Utsaimin menafsirkan, hadits tersebut menjadi bukti bahwa Islam tidak mengharamkan perbuatan makan sambil berdiri. Namun, hal itu lebih cenderung menunjukkan bahwa meninggalkan perbuatan tersebut termasuk dalam perkara yang lebih utama.
“Artinya, yang paling bagus dan paling sempurna adalah hendaknya orang minum sambil duduk dan makan juga sambil duduk. Akan tetapi, tidak mengapa minum atau makan sambil berdiri,” jelas Syaikh Muhammad Al-Utsaimin dalam Syarah Riyadhus Shalihin Jilid 2.
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari juga mengatakan bahwa makan sambil berdiri lebih jelek nilainya karena membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan waktu minum.
Dalam Kitabul-Aadab, tampak bahwa hadits-hadits yang disebutkan memiliki perbedaan tekstual, tetapi Ibnu Taimiyah menjelaskan makna di balik perbedaan tersebut dalam kitab Majmu Fatawa.
Ia menyatakan, “Menggabungkan hadits-hadits ini berarti memberikan kelonggaran dalam kondisi tertentu.” Meskipun ada larangan makan sambil berdiri atau berjalan yang disebutkan dalam riwayat Anas dan Qatadah RA,
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA, yang membolehkan tindakan tersebut, memberikan dispensasi dalam situasi darurat di mana seseorang tidak dapat duduk saat makan.
Lebih lanjut, hadits Ibnu Abbas RA terjadi saat ia melakukan tawaf dalam ibadah haji. Ketika tidak menemukan tempat duduk, Ibnu Abbas RA memberi Rasulullah SAW air zamzam dan meminumnya sambil berdiri, beberapa waktu setelah wafatnya Rasulullah SAW.
Menurut pendapat Ibnu Taimiyah dalam kitab Fiqhul Ath’imah oleh Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, disebutkan bahwa makan dan minum sambil berdiri diperbolehkan dalam keadaan darurat.
Namun, jika tidak ada keperluan mendesak, makan dan minum sambil berdiri dianggap makruh. Ini adalah pemahaman dari berbagai teks dalil.