Koropak.com – Setelah terbentuk 4,5 miliar tahun lalu akibat tabrakan antara planet Theia dan Bumi, Bulan mulai mengelilingi Bumi.
Bulan dan Bumi bersama-sama mengorbit Matahari. Namun, orbit mereka telah berubah seiring waktu, dengan Bulan perlahan-lahan menjauh dari Bumi, sebagaimana dilaporkan oleh IFL Science pada 12 September 2023.
Para peneliti sekarang memiliki gambaran yang sangat akurat mengenai kecepatan pergerakan Bulan menjauh dari Bumi. Selain itu, Bulan merupakan satu-satunya satelit alami Bumi.
Astronom Inggris Edmond Halley pertama kali menduga Bulan bergerak mundur hampir 300 tahun lalu. Hal itu diketahui setelah ia mempelajari catatan gerhana kuno. Kemudian, dugaan tersebut akhirnya terbukti pada tahun 1970-an berkat lunar laser ranging experiment.
Pada saat itu, Misi Apollo menempatkan reflektor di permukaan Bulan. Kemudian dengan mengarahkan laser ke reflektor dan mengukur waktu yang dibutuhkan untuk dipantulkan kembali ke Bumi, para ilmuwan dapat menentukan jarak antara kedua titik tersebut dengan ketelitian sekitar 3 cm (1,2 inci).
Dengan melakukan pengukuran berulang-ulang, para astronom menemukan Bulan saat ini bergerak menjauhi Bumi dengan kecepatan 3,8 cm (1,5 inci) per tahun.
Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan hari-hari di Bumi bertambah menjadi 25 jam setelah 200 juta tahun. Para peneliti menyebut, kondisi itu disebabkan oleh efek gravitasi Bulan terhadap Bumi yang berputar, dikutip dari BBC Science Focus Magazine.
Selain itu, pasang surut di lautan menyebabkan tarikan yang bisa memperlambat laju rotasi Bumi. Hilangnya momentum rotasi itu mengakibatkan Bulan mempercepat lajunya, dan kemudian Bulan bergerak lebih jauh meninggalkan Bumi.
Akan tetapi, para peneliti mengatakan bahwa pergerakan Bulan menjauhi Bumi tersebut tidak selalu terjadi.
Para ahli meyakini bahwa “siklus Milankovitch” bisa menjadi alasan di balik pergeseran Bulan menjauhi Bumi,. Siklus ini menggambarkan pergeseran kecil dalam bentuk orbit Bumi dan porosnya serta dampaknya terhadap jumlah sinar Matahari yang diterima Bumi.
Jumlah sinar Matahari yang diterima Bumi memengaruhi iklimnya dan merupakan indikator periode cuaca basah dan kering. Siklus Milankovitch dapat menyebabkan pembalikan cuaca di suatu wilayah.
Siklus ini merupakan alasan di balik periode penghijauan di gurun Sahara. Selain itu, siklus Milankovitch juga merupakan kekuatan utama yang memengaruhi ukuran danau di Bumi.
Siklus ini dan frekuensinya juga menentukan jarak antara Bulan dan Bumi. Menurut para ilmuwan, Bulan lebih dekat ke Bumi sekitar 2,46 miliar tahun yang lalu, dibanding jaraknya saat ini. Artinya, planet biru ini dulunya menerima 17 jam sinar Matahari per hari.
Selain itu, peneliti juga bisa membuat proyeksi tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Seiring berjalannya waktu, jumlah dan frekuensi gerhana Matahari total akan berkurang. Sekitar 600 juta tahun dari sekarang, Bumi akan mengalami keindahan dan drama gerhana Matahari total untuk terakhir kalinya,” kata ilmuwan bulan di Goddard Space Flight Center NASA, Richard Vondrak, pada tahun 2017.
Fakta bahwa Bulan saat ini sedang menutupi Matahari secara keseluruhan adalah sebuah kebetulan yang membahagiakan. Matahari dan Bulan tampak berukuran sama di langit, tapi jarak Matahari ke Bumi sekitar 400 kali lebih jauh daripada jarak Bulan ke Bumi, dan diameternya sekitar 400 kali lebih besar.
Empat miliar tahun lalu, sebelum Bulan ada di orbitnya yang sekarang, Bulan tampak tiga kali lebih besar dari ukurannya sekarang di langit. Meskipun Bulan akan terus melayang dan menjauh dan tampak semakin kecil di langit, tapi Bulan tidak akan pernah lepas dari orbitnya.