KOROPAK.COM – JAKARTA – Peneliti dari Indonesia Parliament Center (IPC), Arif Adiputro, mengemukakan pandangannya mengenai rencana penambahan alat kelengkapan dewan (AKD) dan susunan komisi di DPR untuk periode 2024-2029. Menurut Arif, DPR seharusnya mengambil langkah yang lebih substansial daripada sekadar menambah jumlah komisi.
Ia berpendapat bahwa reformulasi susunan komisi yang ada saat ini lebih penting, mengingat banyak komisi yang membahas isu-isu yang saling terkait, yang sering kali memunculkan ego sektoral di antara mereka.
Sebagai contoh, Arif menyoroti tumpang tindih antara Komisi IV yang membahas masalah lingkungan hidup dan Komisi VII yang membahas energi.
“Lebih efisien jika isu-isu tersebut dikelola dalam satu komisi untuk meningkatkan fokus dan efektivitas,” katanya. Penambahan komisi, menurut Arif, juga akan berisiko meningkatkan beban anggaran operasional, sehingga DPR seharusnya lebih memilih langkah yang lebih efektif.
Ia mengusulkan pembentukan unit khusus dalam setiap komisi untuk memastikan pembahasan isu dapat terfokus pada bidang masing-masing.
Misalnya, di Komisi I yang menangani isu pertahanan dan kebijakan luar negeri, anggota bisa dibagi menjadi dua hingga tiga kelompok untuk menangani isu-isu spesifik seperti pertahanan atau kebijakan luar negeri. “Ini akan lebih efisien dan tidak membebani anggaran,” ujarnya.
Herdiansyah Hamzah, seorang pengajar Hukum Tata Negara dari Universitas Mulawarman, menambahkan bahwa rencana penambahan komisi di DPR dapat dilihat sebagai langkah untuk membagi kekuasaan secara lebih luas.
Ia berpendapat bahwa dengan semakin banyak komisi, kader partai pendukung pemerintah, khususnya dari partai yang mengusung presiden terpilih Prabowo Subianto, akan lebih mudah mendapatkan kursi pimpinan komisi. “Ini lebih kepada pengaturan kekuasaan daripada upaya untuk meningkatkan efektivitas kinerja,” tegasnya.
Ketua DPR, Puan Maharani, sebelumnya menyatakan bahwa selama periode 2019-2024, DPR telah mengesahkan 225 Rancangan Undang-Undang (RUU), di mana 48 di antaranya termasuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas).
Namun, banyak catatan dari masyarakat sipil yang menunjukkan bahwa kinerja DPR pada periode tersebut tergolong buruk, dengan hanya 26 dari 264 RUU dalam Prolegnas yang berhasil diselesaikan.
Lucius Karus, peneliti di Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), menyatakan bahwa tidak ada urgensi untuk menambah jumlah komisi, melainkan lebih penting untuk meningkatkan fungsi pengawasan DPR.
Ia mengingatkan bahwa sebagian besar RUU yang disahkan sebelumnya dianggap bermasalah, sehingga DPR periode baru perlu bekerja lebih baik.
Wakil Ketua DPR bidang Ekonomi dan Keuangan, Sufmi Dasco Ahmad, mengonfirmasi bahwa penambahan AKD dan susunan komisi masih dalam tahap finalisasi, dan informasi mengenai perkembangan ini akan diumumkan pada pekan mendatang.
Rencana penambahan ini berhubungan dengan perubahan nomenklatur kementerian dalam kabinet pemerintahan Prabowo Subianto, yang diharapkan memiliki lebih dari 40 kementerian.
Said Abdullah, anggota DPR dari Fraksi PDIP, juga menyebutkan bahwa dua komisi baru akan ditambahkan, sehingga totalnya menjadi 13 komisi di DPR.