KOROPAK.COM – JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut dugaan praktik korupsi dalam proses pengurusan izin kerja Tenaga Kerja Asing (TKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Dugaan tindak pidana ini terjadi di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Binapenta dan PKK) selama periode 2019 hingga 2023.
Pada Rabu, 28 Mei 2025, KPK memeriksa empat orang saksi guna menggali lebih jauh praktik pemerasan terhadap agen-agen TKA dalam proses perizinan. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut bahwa dana yang terkumpul dari aktivitas ilegal ini mencapai sekitar Rp53 miliar.
“Pemerasan ini diperkirakan telah berlangsung sejak tahun 2019. KPK telah menetapkan delapan tersangka, namun identitasnya belum diumumkan,” ungkap Budi di Jakarta, Senin, 26 Mei 2025.
Ia menambahkan, penyidik juga mempertimbangkan kemungkinan memanggil pihak Imigrasi, mengingat proses kedatangan TKA ke Indonesia tak lepas dari keterlibatan otoritas keimigrasian.
“Kami akan telusuri secara menyeluruh rantai masuknya TKA ke Indonesia, termasuk peran Imigrasi yang mungkin relevan dalam konstruksi kasus ini,” ujar Budi dalam pernyataannya pada Kamis, 29 Mei 2025.
Menurutnya, sebagian besar TKA masuk ke Indonesia melalui jasa agen, yang kini turut diselidiki oleh KPK. Penyidik juga sedang memetakan sektor-sektor industri tempat para TKA tersebut bekerja, seperti konstruksi, pertambangan, dan sektor lainnya.
KPK belum menutup kemungkinan memanggil mantan Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, sebagai saksi. “Saat ini kami masih menganalisis keterangan para saksi yang telah diperiksa, termasuk kemungkinan pemanggilan saksi-saksi baru,” ujar Budi.
Sejumlah saksi telah diperiksa sejak 23 hingga 28 Mei 2025, termasuk Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Internasional, Haryanto, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Pengendalian Penggunaan TKA dan Dirjen Binapenta dan PPK Kemnaker.
Penyelidikan juga diarahkan pada prosedur penerbitan dokumen kerja bagi TKA, serta penelusuran aliran dana dari agen ke pejabat tertentu. “Kami ingin memastikan apakah ada penyimpangan dalam penerbitan izin kerja yang mengarah pada praktik pemerasan,” kata Budi.
Ia menegaskan, kasus ini tidak hanya soal dugaan korupsi, tetapi juga menyangkut dampak yang lebih luas terhadap iklim ketenagakerjaan nasional. “Masuknya TKA yang tak kompeten bisa memicu ketimpangan dan merugikan tenaga kerja lokal. Maka dari itu, penyidikan ini juga menjadi momentum pembenahan sistem ketenagakerjaan,” tutupnya.