KOROPAK.COM – TASIKMALAYA – Sorotan publik terhadap proyek Rp1 miliar pendataan minimarket dan gudang di Tasikmalaya kian ramai. Kali ini, suara lantang datang dari Nandang Suherman, pengamat anggaran Perkumpulan Inisiatif.
Pihaknya menilai proyek pendataan minimarket dan gudang di Kota Tasikmalaya senilai Rp1 miliar sejak awal tidak layak dijadikan program resmi pemerintah.
Ia mengungkapkan bahwa penggunaan mekanisme penunjukan langsung dalam proyek tersebut justru memperlihatkan secara gamblang siapa pihak yang menguasai, siapa yang menjalankan, hingga siapa yang berada di belakangnya.
“Di Tasikmalaya, bila bukan berasal dari DPRD, biasanya ada unsur internal Pemkot yang menginisiasi proyek semacam ini. Umumnya dikemas melalui pokok pikiran anggota dewan,” ungkap Nandang, Selasa (26/8/2025).
Menurutnya, pola semacam ini rentan memunculkan konflik kepentingan sekaligus mengindikasikan adanya motif mencari keuntungan pribadi.
“Pendataan seperti ini tidak jelas urgensinya. Jika hanya untuk memeriksa legalitas, tata ruang, atau jenis usaha minimarket, itu sudah menjadi tugas rutin dinas. Tidak perlu dijadikan proyek bernilai miliaran rupiah,” tegasnya.
Nandang juga menanggapi langkah Pemkot Tasikmalaya yang akhirnya menghentikan proyek tersebut. Baginya, keputusan itu justru menimbulkan tanda tanya baru.
“Dengan anggaran sebesar itu, pasti proyek sudah melalui pembahasan di DPRD. Karena itu, tidak cukup hanya dihentikan, publik berhak mengetahui secara transparan apa yang sebenarnya terjadi,” katanya.
Ia turut meragukan alasan Kepala Dinas Koperindag yang menyatakan proyek dihentikan karena tidak tersedia lagi silfa (sisa lebih pembiayaan anggaran).
“Penjelasan itu tidak masuk akal. Kepala dinas tidak bisa begitu saja lepas tanggung jawab. Malah terlihat seolah proyek ini sejak awal memang dirancang untuk gagal dan hanya dimanfaatkan sebagai alat mencari keuntungan segelintir pihak,” kritik Nandang.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pendataan minimarket semestinya menjadi pekerjaan rutin dinas, bukan proyek baru. “Terlebih di tengah situasi masyarakat yang sedang kesulitan, wajar jika publik menilai proyek semacam ini hanya menguntungkan pihak tertentu,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan potensi konsekuensi hukum. “Pihak yang sudah menerima Surat Perintah Kerja (SPK) bisa saja menggugat karena kontraknya dibatalkan secara sepihak. Hal itu harus benar-benar diantisipasi,” tutupnya.