Khasanah

Penjelasan tentang Memotong Kuku Saat Haid dan Anjuran dalam Kitab Ihya

×

Penjelasan tentang Memotong Kuku Saat Haid dan Anjuran dalam Kitab Ihya

Sebarkan artikel ini
Penjelasan tentang Memotong Kuku Saat Haid dan Anjuran dalam Kitab Ihya
Doc. Foto: Sanad Media

Koropak.com – Haid adalah kondisi biologis yang dialami oleh perempuan yang telah mencapai masa pubertas, ditandai dengan keluarnya darah dari vagina secara siklis.

Ada beberapa anjuran khusus bagi perempuan yang sedang haid atau nifas. Dalam kitab Ihya’, larangan yang ada bukanlah sebuah pengharaman hukum terkait pemotongan kuku, melainkan lebih merupakan anjuran untuk menghindari pemotongan kuku pada periode tersebut.

Di kitab ihya tertulis kata-kata “laa yanbaghii”: لا ينبغي
[: ولاينبغيأنيزيلشيئامنأجزائهوهوجنبإذيردفيالأخرةبجنابنته

Larangan dalam hukum memotong kuku dan rambut dalam kitab Ihya’ Ulumiddin. Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa perempuan haid terlarang memotong kuku dan rambutnya.

Sebab kelak di akhirat rambut dan kuku tersebut akan Tuhan panggil dalam keadaan janabah (hadats besar) lalu menuntut dan meminta pertanggung jawaban pada pelakunya. Al-Ghazali mendasarkan pendapatnya dengan mengutip satu hadits yang bunyinya:

”Dan tidak sepatutnya seseorang itu mencukur rambutnya, memotong kukunya, bulunya, atau mengeluarkan darahnya, atau memisahkan satu bagian dari dirinya, sedang dia dalam keadaan junub. Sebab semua bagian itu akan dipanggil pada hari kiamat dalam keadaan junub, lalu dikatakan pada orang itu: ’Sesungguhnya setiap rambut ini menuntut padanya mengapa ia dibiarkan dalam keadaan berjanabah (hadats besar.)”

Kritik Al-Bujairimi terhadap Al-Ghazali
Akan tetapi pendapat Imam Al-Ghazali mendapat kritikan dari Al-Bujairimi dan mengomentari pendapat tersebut sebagaimana yang ia tulis dalam kitabnya Tuhfah AlHabib :

Ada kritikan terhadap (pendapat al-Ghazali), karena yang dimaksud dengan ’bagian itu akan dipanggil pada hari kiamat’ adalah bahwa jasad akan dipanggil pada hari kiamat dalam keadaannya sewaktu ia mati,

tidak termasuk kuku atau rambut yang dipotong selama ia hidup. Maka, pendapat ini perlu dirujuk kembali.

Al-Qalyubi mengatakan bahwa jika semua rambut dan kukunya yang sempat ia potong selama hidup akan dipanggil menyatu ke jasadnya, niscaya akan buruklah jasadnya itu, saking panjangnya kuku dan rambutnya itu.

Al-Manabighi juga menyampaikan bahwa bagian tubuh terpisah yang akan dipanggil itu adalah seperti tangan yang terpotong, bukan rambut atau kuku.

Demikian pula, tidak terdapat riwayat yang memerintahkan agar rambut perempuan haid yang rontok untuk dicuci bersamaan dengan mandi setelah haid. Bahkan sebaliknya, terdapat riwayat yang membolehkan perempuan yang sedang haid untuk menyisir rambutnya.

Padahal, bisa saja ada rambut rontok yang ikut terjatuh saat perempuan tersebut menyisir rambutnya. Ini berarti hukum potong rambut saat haid dibolehkan. Sebagai refleksi, rambut rontok setiap hari tidak terelakkan bagi saya sebagai perempuan, termasuk saat haid.

BACA JUGA:  Hukum Memajang Lukisan dan Foto dalam Islam

Nabi tidak Melarang Perempuan Memotong Rambut saat Haid
Dalam sebuah hadis menyebutkan bahwa ketika Aisyah mengikuti haji bersama Nabi SAW, sesampainya di Mekkah beliau mengalami haid. Kemudian Nabi SAW bersabda: “Tinggalkan umrahmu, lepas ikatan rambutmu dan bersisirlah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Sedangkan dalam kitab fikih yang muktamad, jika kita telusuri ada hal-hal yang terlarang dikerjakan oleh orang yang sedang dalam keadaan junub, tak satu pun yang menyebutkan tidak boleh memotong rambut.

Pertama, yang dilarang untuk dikerjakan oleh orang yang junub adalah salat atau sujud tilawah. Sementara itu dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda: “Apabila haid datang, tinggalkanlah salat.” (HR Bukhari dan Muslim).

Kedua, tawaf di sekitar Ka’bah dan tidak menyentuh mushaf Alquran. Dalam Alquran Allah SWT berfirman: “Tidak menyentuhnya (Alquran) kecuali orang-orang yang disucikan.” (QS Al-Waqi’ah: 79).

Membaca ayat Alquran dengan lisannya, bukan dalam hati kecuali doa yang lafaznya diambil dari ayat Alquran. I’tikaf di masjid atau masuk ke dalam masjid di luar i’tikaf. Dari Aisyah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ku halalkan masjid bagi orang yang junub dan haidh.”

Pendapat Ahli Fiqih Mazhab Syafi’iyah
Para ulama ini tegas memperbolehkan perempuan yang sedang haid atau nifas untuk memotong kuku, mencukur bulu ketiak atau kemaluan dan sebagainya. Tidak ada ketentuan untuk hal tersebut dan tidak bisa berdampak buruk pada saat hari bangkit di kemudian hari. (Kitab Tuhfatul Muhtaj 4/56).

Jadi, berdasarkan pendapat-pendapat yang telah saya paparkan di atas, sudah jelas bahwa memotong kuku dan membiarkan rambut rontok atau memotong rambut pada saat menstruasi hukumnya boleh-boleh saja kita lakukan. Yakni untuk mendahulukan urusan kebersihan dan kesehatan.

Menurut Dr. Nur Rofiah dalam buku Nalar Kritis Muslimah, poin penting yang perlu selalu kita ingat sebagai perempuan harus menyadari bahwa amanah reproduksi yang kita dapatkan dari Allah SWT merupakan ibadah. Sehingga jangan sampai merasa terstigmakan bahwa perempuan agamanya hanya setengah.

Karena ibadahnya tidak bisa melakukan penuh, dengan alasan pengalaman biologis seperti haid, hamil, melahirkan dan pengalaman biologis perempuan lainnya.

Meski perempuan tidak bisa melakukan ibadah wajib, seperti salat, puasa dan lain sebagainya. Namun sejatinya perempuan sedang melakukan ketaatan yang telah ditakdirkan Allah SWT.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!