Khasanah

Pengertian Tentang Zakat Penghasilan atau Zakat Profesional

×

Pengertian Tentang Zakat Penghasilan atau Zakat Profesional

Sebarkan artikel ini
Pengertian Tentang Zakat Penghasilan atau Zakat Profesional
Doc. Foto: Dream.co.id

Koropak.com – Dalam Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih XXV yang diadakan pada tahun 2000 di Jakarta, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan bahwa Zakat Penghasilan atau Zakat Profesi adalah suatu kewajiban.

Namun, kewajiban untuk menzakatkan penghasilan tidak langsung diterapkan. Ada dua syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu tercapainya haul dan nisab.

Haul merujuk pada periode waktu, yaitu penghasilan bersih seseorang di tempat kerjanya selama satu tahun (12 bulan).

Sedangkan nisab adalah batas minimal yang menentukan kewajiban zakat. Seseorang hanya diwajibkan membayar Zakat Penghasilan jika penghasilan bersihnya selama 12 bulan mencapai nisab, yang setara dengan harga 85 gram emas 24 karat.

Jika kedua syarat ini terpenuhi, maka kadar Zakat Penghasilan yang harus dibayar adalah sebesar 2,5%.

Sebagai contoh, jika seorang pegawai kantoran di Kota Sleman yang bernama Joko berpenghasilan Rp3.000.000,00 per bulan, maka penghitungan dimulai dengan cara mengurangi gaji pokok dengan kebutuhan pokok bulanan yang wajib.

Setelah gaji bersih nampak, misalnya Rp1.900.000,00 maka gaji bersih ini dikalikan haul atau putaran waktu (x 12). Hasil pengkalian itu (Rp22.800.000,00) diukur dengan nishab Zakat Penghasilan sesuai dengan harga 85 gr emas murni 24 karat.

Artinya, jika harga emas murni 24 karat per gram pada hari ini adalah Rp931.000,00 maka nisab Zakat Penghasilan adalah 85x harga emas per gram (85×931.000) adalah Rp79.135.000,00.

Dengan demikian, gaji bersih Joko yang telah dikalikan haul (12x) sebesar Rp22.800.000,00 itu tidak mencapai nishab harga 85 gram emas senilai Rp79.135.000,00. Dengan kata lain Joko tidak diwajibkan membayar zakat profesi.

Tapi bagaimana dengan orang lain yang berpenghasilan di atas Joko dan meraih nisab 85 gram emas Tentu saja, seseorang itu wajib membayar zakat dengan cara 2,5 persen dari besaran gaji bersih bulanannya itu dipotong untuk membayar Zakat Profesi.

Pembayaran pun bisa dilakukan per bulan atau secara kumulasi, yaitu sekali dalam setahun.

Syarat dan Dasar Hukum Wajib Zakat Penghasilan atau Profesi
Dalam buku Himpunan Putusan Tarjih, Zakat Penghasilan dilandasi oleh latar belakang bermunculannya pekerja profesional yang dapat menghasilkan uang dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat.

BACA JUGA:  5 Doa untuk Memohon Kesembuhan saat Sakit

Zakat Penghasilan kemudian dinilai layak untuk diwajibkan mengingat para petani yang bekerja keras dengan penghasilan rendah selama ini telah menjadi objek zakat (Zakat Pertanian). Jika Zakat Penghasilan tidak dimunculkan, dikhawatirkan justru akan muncul kesenjangan dan ketidakadilan sosial.

Dalam menetapkan hukum, Majelis Tarjih menggunakan metode istinbath melalui ijtihad bayani (dalil) untuk mendapatkan hukumnya. Majelis Tarjih pun mengambil keumuman perintah infak dalam Surat Al-Baqarah ayat 267 yang artinya adalah,

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu..”

Kata ‘nafkahkanlah’ (anfiiquu) oleh Tarjih dimaknai zakat, sama seperti dalam surat Al-Baqarah ayat 3 dan surat At-Taubah ayat 34. Istilah ‘anfiiquu’ ini kemudian dipertemukan dengan kaidah usul fikih ‘al ashlu fil amri lil wujuub’ atau yang artinya adalah “pada asalnya perintah itu memfaedahkan kewajiban hukum”.

Selanjutnya, Tarjih memutuskan untuk mengaitkan istilah ‘hasil usahamu’ (maa kasabtum) dengan hadis Nabi. Karena makna umum dan khusus dari istilah ini tidak berbeda,

maka hukum wajib Zakat Penghasilan ditetapkan sesuai dua prinsip ushul “Menyebutkan sebagian unit dari lafaz umum yang sesuai hukum tidak berarti pembatasan” dan “Lafaz umum yang telah dibatasi tetap dapat digunakan sebagai hujjah untuk bagian yang tersisa.”

Tarjih berpendapat bahwa menggunakan makna umum dari ayat 267 Surat Al-Baqarah lebih sesuai daripada mempertahankan kekhususan sebab turunnya ayat, sesuai prinsip “hukum diambil dari lafaz umum, bukan dari sebab khusus turunnya.”

Selain itu, Tarjih menilai bahwa Zakat Penghasilan merupakan ibadah sosial, bukan ibadah mahdah, dan tujuannya adalah untuk mengurangi kesenjangan antara orang kaya dan miskin. Kewajiban Zakat Penghasilan diperkuat dengan ayat 103 Surat At-Taubah dan ayat 7 Surat Al-Hasyr.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!