Koropak.com – Para insinyur yang mengkhususkan diri dalam pengembangan pesawat ruang angkasa di Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) saat ini tengah merancang armada robot bawah air untuk memantau kecepatan pencairan lapisan es yang luas di Antarktika akibat perubahan iklim.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah pencairan tersebut mempengaruhi kenaikan permukaan laut.
Sebuah prototipe kendaraan selam yang sedang dikembangkan oleh Laboratorium Propulsi Jet (Jet Propulsion Laboratory/JPL) NASA di dekat Los Angeles, kini tengah menjalani uji coba di fasilitas laboratorium Angkatan Laut AS di Kutub Utara. Rencananya, alat ini akan ditempatkan di bawah Laut Beaufort yang membeku di utara Alaska pada bulan Maret tahun depan.
“Robot-robot ini merupakan platform untuk membawa instrumen sains ke lokasi-lokasi yang paling sulit dijangkau di Bumi” kata Paul Glick, seorang insinyur Robotika JPL dan peneliti utama untuk proyek IceNode, dalam ringkasan yang diunggah ke situs web NASA, pada Kamis (29/8).
Penyelidikan tersebut ditujukan untuk menyediakan data yang lebih akurat guna mengukur laju pemanasan air laut di sekitar Antarktika yang mencairkan es pantai benua itu, sehingga memungkinkan para ilmuwan untuk meningkatkan model komputer guna memprediksi kenaikan permukaan laut di masa mendatang.
Nasib lapisan es terbesar di dunia menjadi fokus utama hampir 1.500 akademisi dan peneliti yang berkumpul minggu ini di Chili selatan untuk konferensi Komite Ilmiah Penelitian Antarktika ke-11.
Analisis JPL yang diterbitkan pada 2022 menemukan bahwa penipisan dan runtuhnya lapisan es Antarktika telah mengurangi massanya sekitar 12 triliun ton sejak 1997, dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya.
Jika mencair seluruhnya menurut NASA, hilangnya lapisan es benua itu akan meningkatkan permukaan air laut global sekitar 200 kaki (60 meter).
Lapisan es Antarktika merupakan bongkahan air tawar beku yang mengapung dan membentang bermil-mil dari daratan ke laut. Terbentuknya lapisan es membutuhkan waktu ribuan tahun. Lapisan es itu berfungsi seperti penopang raksasa yang menahan gletser agar tidak mudah meluncur ke lautan di sekitarnya.
Citra satelit telah menunjukkan bahwa bagian luar dari lapisan es tersebut telah “pecah” menjadi gunung es pada tingkat yang lebih tinggi daripada kemampuan alam untuk mengisi kembali pertumbuhan lapisan es.
Pada saat yang sama, meningkatnya suhu lautan mengikis juga lapisan es dari bawah. Sebuah fenomena yang para ilmuwan harapkan dapat diteliti dengan tingkat kepresisian yang lebih tinggi menggunakan wahana IceNode yang dapat tenggelam.
Kendaraan berbentuk silinder ini panjangnya sekitar 8 kaki (2,4 meter) dan diameternya 10 inci (25 cm), yang nantinya akan dilepaskan dari lubang bor di es atau dari kapal di laut.
Meskipun tidak dilengkapi dengan penggerak apa pun, robot penjelajah akan hanyut mengikuti arus, menggunakan panduan perangkat lunak khusus, untuk mencapai “zona pendaratan”. Yaitu sebuah tempat lapisan air tawar beku bertemu dengan air laut asin dan daratan. Rongga-rongga ini tidak dapat ditembus bahkan oleh sinyal satelit.
“Tujuannya adalah untuk mendapatkan data langsung pada titik pertemuan es dan lautan yang mencair,” kata Ian Fenty, ilmuwan iklim JPL.
Setelah mencapai tujuan, kapal selam tersebut akan melepaskan pemberatnya dan mengapung ke permukaan, kemudian menempel pada dasar lapisan es dengan mengeluarkan “roda pendaratan” bercabang tiga dari salah satu ujungnya.
IceNode akan terus memantau dan merekam data dari bawah lapisan es selama satu tahun, termasuk perubahan musiman, sebelum melepaskan diri untuk kembali ke laut terbuka dan mengirimkan data melalui satelit.
Sebelumnya, penipisan lapisan es telah dicatat menggunakan altimeter satelit yang mengukur perubahan ketinggian es dari atas.
Pada uji lapangan yang dilakukan pada bulan Maret, prototipe IceNode berhasil menyelam hingga kedalaman 330 kaki (100 meter) untuk mengumpulkan data mengenai salinitas, suhu, dan aliran air.
Uji coba sebelumnya juga dilakukan di Teluk Monterey, California, serta di bawah permukaan Danau Superior yang membeku di musim dingin, di lepas pantai semenanjung atas Michigan.
Para ilmuwan optimis bahwa sepuluh perangkat ini akan efektif untuk mengumpulkan data dari lapisan es tunggal, namun “kami masih memerlukan pengembangan dan pengujian lebih lanjut” sebelum merencanakan penyebaran secara luas, ujar Glick.