Daerah

Gus Nadir Angkat Isu Fiqih Sosial Masa Kini di Pengajian Akbar Ponpes Cipasung

×

Gus Nadir Angkat Isu Fiqih Sosial Masa Kini di Pengajian Akbar Ponpes Cipasung

Sebarkan artikel ini
Gus Nadir Angkat Isu Fiqih Sosial Masa Kini di Pengajian Akbar Ponpes Cipasung

KOROPAK.COM – TASIKMALAYA – Pondok Pesantren Cipasung menjadi saksi penyampaian gagasan mendalam tentang fiqih sosial di tengah tantangan era digital dalam pengajian akbar bertajuk “Memahami Peran Medsos dan Fiqih Sosial di Era Digital”.

Prof. Dr. H. Nadirsyah Hosen, LLM, MA (Hons), PhD, atau yang akrab disapa Gus Nadir, menyampaikan pandangannya mengenai kompleksitas problematika keislaman dan kemasyarakatan yang semakin sulit dijawab hanya dengan pendekatan halal atau haram.

Menurut Gus Nadir, media sosial dan kemajuan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) membawa tantangan baru yang tidak cukup diatasi dengan metode fiqih konvensional.

“Contohnya, judi itu jelas haram. Tapi, apakah hanya mengatakan haram lalu selesai? Tidak. Ada problem regulasi, ada korupsi, bahkan melibatkan teknologi yang canggih seperti platform digital. Ini menunjukkan bahwa fiqih harus beradaptasi dengan pendekatan yang lebih luas, yang kita sebut fiqih sosial,” ujar Gus Nadir.

Konsep fiqih sosial sebenarnya telah dirumuskan oleh dua ulama besar Nahdlatul Ulama (NU), KH Ali Yafie dan KH Sahal Mahfudh, sejak 30 tahun lalu. Namun, menurut Gus Nadir, implementasinya perlahan memudar di tengah arus modernisasi.

Ia menegaskan pentingnya para ulama, khususnya generasi muda, untuk kembali menggali dan mengaplikasikan fiqih sosial guna menjawab berbagai fenomena kekinian, seperti hoaks, judi daring, hingga polemik pinjaman daring. “MUI sudah memfatwakan hoaks haram. Tapi, apakah berhenti di situ? Tidak. Kita butuh edukasi dan kemampuan menyaring berita, sesuatu yang lebih dari sekadar fatwa,” katanya.

Dalam pengajiannya, Gus Nadir menyoroti dampak kecerdasan buatan yang semakin meluas, termasuk di dunia pendidikan. Ia mencontohkan fenomena mahasiswa yang mengandalkan AI seperti ChatGPT untuk menyelesaikan tugas. “Teknologi ini tidak bisa hanya dilawan dengan fatwa haram. Sebaliknya, teknologi harus dilawan dengan teknologi. Perlu ada alat deteksi dan sistem baru yang mengimbangi perkembangan ini,” ujarnya.

BACA JUGA:  Tasikmalaya Pertahankan Prestasi Kota Peduli HAM untuk ke-12 Kalinya

Bagi pesantren, tantangan teknologi juga sangat nyata. Gus Nadir berbagi kisah dari kunjungannya ke pesantren pelosok, di mana santri dilarang membawa ponsel, tetapi sebagian besar memiliki akun TikTok. “Ini ironi. Sekarang ada robot yang lebih hafal Quran daripada manusia. Pertanyaannya, bagaimana kita mempersiapkan pesantren untuk tetap relevan dan unggul di tengah perkembangan ini?” tegasnya.

Gus Nadir juga mengulas fenomena judi daring (judol) yang merajalela hingga melibatkan anak di bawah umur. “Dalam Islam, kaya raya tidak dilarang. Tapi kita harus paham, tidak ada orang kaya dari judi, kecuali bandarnya. Larangan saja tidak cukup. Kenapa masyarakat sampai tergiur? Apakah ini karena ketidakadilan ekonomi? Ulama dan pemerintah harus duduk bersama, mengkaji akar masalahnya,” jelasnya.

Menghadapi berbagai isu sosial dan teknologi, Gus Nadir mengajak para ulama untuk membuka diri terhadap kolaborasi lintas disiplin. “Ulama sehebat apa pun tidak bisa menyelesaikan masalah hanya dengan kembali ke hadis atau kitab kuning. Banyak masalah baru, seperti AI dan fenomena digital, yang tidak ada dalam referensi klasik. Kita perlu dialog dengan ilmuwan, ahli sosial, dan praktisi lapangan untuk menemukan solusi komprehensif,” ujarnya.

Pengajian ini juga menjadi momentum refleksi bagi pesantren untuk mereformasi metode pembelajaran. “Hafalan itu penting, tapi di era teknologi, kita juga harus memahami konteksnya. Pesantren seperti Cipasung harus siap menjadi pionir dalam membuka pikiran yang lebih strategis dan aplikatif,” pungkas Gus Nadir.

Acara ini diakhiri dengan diskusi interaktif antara peserta dan Gus Nadir. Dengan antusiasme yang tinggi, diharapkan pemikiran tentang fiqih sosial dan adaptasi terhadap teknologi bisa terus digulirkan di kalangan pesantren dan masyarakat luas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!