KOROPAK.COM – LUMAJANG – Kasus penemuan ladang ganja di kawasan konservasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) tengah menjadi sorotan publik.
Kasus ini telah dibawa ke Pengadilan Negeri (PN) Lumajang, Jawa Timur, dengan enam orang sebagai terdakwa dan seorang figur misterius bernama Edy yang hingga kini masih dalam daftar pencarian orang (DPO).
Keenam terdakwa tersebut adalah Tomo bin Sutamar, Tono bin Mistam, Bambang bin Narto, Suwari bin Untung, Jumaat bin Seneram, dan Ngatoyo, warga Dusun Pusung Duwur, Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang. Namun, dakwaan terhadap Ngatoyo gugur karena ia telah meninggal dunia.
Dalam persidangan, terungkap bahwa terdapat 59 titik penanaman ganja di zona rimba TNBTS, dengan total luas areal yang diperkirakan kurang dari satu hektare. Saksi bernama Edwy Yunanto menyatakan bahwa luas keseluruhan lahan ganja tersebut memang tidak mencapai satu hektare.
Kasus ini pertama kali terungkap oleh Polres Lumajang pada akhir September 2024. Pengungkapan bermula dari kasus peredaran ganja di Kecamatan Tempursari, yang berbatasan dengan Kabupaten Malang. Polisi berhasil mengamankan barang bukti berupa ganja kering seberat lebih dari satu kilogram.
“Kami mulai curiga karena jumlah barang bukti yang cukup besar,” ujar Kapolres Lumajang AKBP Mohamad Zainur Rofiq pada Sabtu, 28 September 2024.
Setelah melakukan penyelidikan selama sekitar satu setengah bulan, polisi akhirnya menemukan lokasi penanaman ganja di kawasan hutan Desa Argosari, wilayah TNBTS. Dalam operasi selama empat hari, petugas menyamar sebagai pemburu dan tukang cangkul untuk mengamati aktivitas di lokasi tersebut.
Polisi kemudian berhasil menangkap dua orang yang menuju ke ladang ganja tersebut. Hasil investigasi menunjukkan adanya lebih dari 40 titik lokasi penanaman dan sebanyak 41 ribu batang pohon ganja ditemukan di lokasi. “Penyisiran dan pemetaan masih terus dilakukan, mudah-mudahan kami bisa menemukan lebih banyak lagi,” ujar Rofiq.
Dalam pengembangan kasus, polisi mengungkap bahwa para pelaku yang tertangkap hanyalah pekerja lapangan yang bertugas menanam dan memanen ganja. Mereka tidak mengetahui jalur distribusi ganja tersebut.
Nama Edy muncul sebagai sosok di balik operasi ini. Edy diduga sebagai pemasok bibit ganja, orang yang menjanjikan upah, sekaligus yang menentukan titik-titik penanaman. Namun, identitas Edy tidak ditemukan dalam catatan desa atau kependudukan, meskipun saksi menyebut bahwa Edy adalah warga Dusun Pusung Duwur.
Ngatika, Kepala Dusun Pusung Duwur, membenarkan bahwa Edy adalah warga dusun tersebut, meskipun ia tidak memiliki KTP. “Edy memang warga sini, tapi tidak ada catatan resmi soal identitasnya,” jelas Ngatika. Hingga kini, Edy masih menjadi buronan dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Empat pelaku pertama yang ditangkap adalah Tomo bin Sutamar, Tono bin Mistam, Bambang bin Narto, dan Ngatoyo. Kemudian, dua tersangka tambahan yakni Suwari bin Untung dan Jumaat bin Seneram juga ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus ini.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 111 Ayat (2) UU Narkotika, yang mengatur ancaman hukuman penjara seumur hidup atau hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda maksimum.
Kasus ini masih terus dikembangkan untuk mengungkap jaringan yang lebih luas di balik ladang ganja terbesar yang pernah ditemukan di kawasan konservasi ini.