Koropak.com – Dalam rangka mengenang wafatnya Wakil Wali Kerajaan Galuh Ciamis, Rd. Rasich Hanif Radinal, sebuah acara bersejarah digelar oleh sejumlah tokoh kabuyutan dan pemerhati budaya Ciamis. Mereka berkumpul dalam kegiatan Sawala, sebuah musyawarah budaya yang telah lama menjadi tradisi luhur dalam masyarakat Ciamis.
Acara ini diselenggarakan pada Sabtu malam, 14 September 2024, di Situs Jambansari, sebuah lokasi yang sarat akan nilai sejarah dan budaya di Kelurahan Ciamis, Kabupaten Ciamis. Sawala kali ini bukan sekadar musyawarah biasa, melainkan penghormatan mendalam terhadap salah satu sosok penting dalam sejarah lokal.
Beragam elemen masyarakat hadir dalam acara tersebut, mulai dari perwakilan kabuyutan, pelaku budaya, hingga juru kunci yang menjaga situs-situs sejarah di daerah tersebut. Tak hanya itu, juru pelihara situs bersejarah, tokoh masyarakat, mahasiswa, dan anggota keluarga almarhum Raden Hanif turut memberikan penghormatan mereka.
Selain sesi musyawarah, acara ini diiringi dengan Tawasulan dan doa bersama, sebagai tradisi spiritual yang telah mengakar dalam budaya Galuh Ciamis, sebuah upacara yang tak hanya menandai peringatan pribadi, namun juga penghormatan kolektif terhadap warisan leluhur.
Deff Bratakusumah, salah satu pemerhati budaya Galuh Ciamis, menyatakan bahwa acara tersebut diadakan secara spontan namun mendapat sambutan hangat dari berbagai pihak. “Alhamdulillah, kabuyutan, pelaku budaya, serta elemen masyarakat Kabupaten Ciamis bisa hadir di sini,” ujarnya.
Dalam musyawarah tersebut, para peserta sepakat untuk menggelar Tahlil Akbar pada Rabu, 18 September 2024, di lokasi yang sama, untuk mengenang jasa-jasa Raden Hanif yang wafat dalam mempertahankan hak-haknya. Selain itu, pada Kamis, 19 September 2024, para pemerhati budaya Galuh berencana mengibarkan bendera setengah tiang sebagai tanda duka dan penghormatan.
“Raden Hanif, sebagai Wawali Kerajaan Galuh Ciamis, adalah simbol penting yang telah banyak berkontribusi. Pengibaran bendera setengah tiang ini adalah bentuk penghormatan yang tidak berlebihan, ” jelasnya.
Ia menekankan bahwa pengibaran bendera setengah tiang bukan merupakan kewajiban, melainkan wujud kesadaran dan rasa hormat. “Siapa saja yang merasa terpanggil dipersilakan untuk melakukannya,” tambahnya.
Menurutnya, kegiatan ini diharapkan menjadi momen refleksi dan titik temu antara masa lalu dan masa depan. “Hari ini, kita harus melakukan sesuatu untuk menghargai mereka yang telah memberikan sumbangsih, terutama bagi Galuh,” pungkasnya.