Nasional

Edi Slamet Ungkap Risiko “Obral Jabatan” di Badan Pajak Baru

×

Edi Slamet Ungkap Risiko “Obral Jabatan” di Badan Pajak Baru

Sebarkan artikel ini
Edi Slamet Ungkap Risiko “Obral Jabatan” di Badan Pajak Baru
Doc. Foto: ANTARA

KOROPAK.COM – JAKARTA – Edi Slamet Irianto, Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran di bidang perpajakan, baru-baru ini membeberkan kepada media susunan organisasi sebuah lembaga perpajakan baru yang rencananya akan dinamakan Badan Otorita Penerimaan Negara (BOPN).

Edi, yang dikenal sebagai mantan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Utara dan kini menjabat sebagai Guru Besar hukum pajak di Universitas Sultan Agung, Semarang, membuka tabir soal struktur ini.

Selama ini, tersiar kabar bahwa sejumlah pejabat DJP bergerak aktif ke berbagai kubu calon presiden dan partai politik dengan tujuan mengusulkan pemisahan DJP dari Kementerian Keuangan. Masyarakat pun mempertanyakan alasan di balik rencana pemisahan tersebut, walaupun pendukung gagasan ini selalu membentangkan argumen rasional.

Mereka beranggapan bahwa pemisahan ini akan memungkinkan penerimaan pajak meningkat sehingga bisa mencapai target ambisius Presiden Prabowo, yakni tax ratio sebesar 23 persen, artinya pajak yang dipungut mencapai 23 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Namun, anggapan bahwa pemisahan organisasi akan langsung menaikkan penerimaan pajak masih berupa dugaan tanpa bukti nyata atau “ante factum.”

Jika para pengusul dapat menunjukkan data historis dari negara lain yang sudah memisahkan lembaga perpajakan, meski dengan perbedaan tempat dan waktu, maka argumen itu mungkin lebih dapat diterima secara logis. Tetapi, tanpa data empiris tersebut, pemisahan DJP dari Kemenkeu adalah sebuah langkah yang sangat spekulatif.

Dalam usulannya, pengusul juga ingin mengikutsertakan Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Direktorat PNBP dari Direktorat Jenderal Anggaran ke dalam rencana pemisahan DJP. Hal ini diyakini dapat menambah dukungan internal dari Kemenkeu terhadap gagasan tersebut.

Namun, argumen ini mulai dipertanyakan saat Edi Slamet Irianto mengungkapkan adanya “obral jabatan” dan rangkap jabatan dalam struktur BOPN yang diusulkan. Hal ini menimbulkan keraguan publik yang makin besar, menganggap bahwa penambahan jabatan tersebut lebih ditujukan untuk memperbanyak posisi dan bukan efisiensi.

BACA JUGA:  Masih Berlanjut, TPUA Desak Gelar Perkara Khusus Ijazah Jokowi

Kepala Kantor Wilayah DJP yang kini disebut Kepala Kantor Perwakilan BOPN bahkan dinaikkan menjadi eselon 1b dari sebelumnya eselon IIa.

Dengan 34 kantor wilayah DJP saat ini, peningkatan level ini berpotensi menciptakan ribuan posisi baru di berbagai jenjang eselon, yang secara hitung-hitungan bisa mencapai puluhan ribu pegawai baru, belum termasuk staf pelaksana dan pejabat fungsional lainnya seperti pemeriksa pajak dan penyuluh.

Dari sisi anggaran, hal ini jelas akan menambah beban negara dalam hal pembayaran gaji dan tunjangan, yang dapat dihitung berdasarkan peraturan gaji PNS dan tunjangan kinerja DJP. Namun, publik juga mempertanyakan rangkap jabatan yang terjadi, yang sejatinya bertentangan dengan upaya efisiensi anggaran yang digaungkan Presiden Prabowo.

Dalam rancangan BOPN, posisi-posisi penting seperti Menko Perekonomian, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, dan Kepala PPATK disusun sebagai anggota dewan pengawas, mirip dengan struktur di Danantara. Namun, penumpukan jabatan ini dinilai berpotensi memboroskan anggaran negara tanpa jaminan target tax ratio 23 persen bisa tercapai.

Pendirian BOPN juga memerlukan revisi undang-undang utama, terutama yang mengatur ketentuan umum perpajakan, yang tentu memakan biaya besar untuk perubahan proses bisnis dan sistem. Apalagi sistem baru DJP bernama “CORETAX” yang sedang berjalan masih menghadapi banyak kendala meskipun telah menghabiskan biaya lebih dari satu triliun rupiah.

Terakhir, walau mungkin pengumuman struktur organisasi BOPN ini hanya sebagai “testing the waters,” masyarakat sipil perlu aktif memberikan kritik.

Suara kritis dari publik melalui media maupun kanal lain akan menjadi tekanan penting agar para pembuat kebijakan, termasuk Presiden dan DPR, benar-benar mempertimbangkan matang-matang sebelum mewujudkan gagasan dari Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Bidang Perpajakan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!