KOROPAK.COM – Sebuah citra satelit terbaru mengungkap pembangunan kompleks militer bawah tanah berskala besar di China yang disebut-sebut sebagai “kota kiamat” (doomsday city) oleh sejumlah analis intelijen Barat.
Fasilitas supermasif ini diketahui sedang dibangun di luar ibu kota Beijing. Berdasarkan analisis citra satelit Sentinel-2 milik Badan Antariksa Eropa (ESA), terlihat adanya perkembangan konstruksi yang konsisten setiap bulan sejak pertengahan tahun 2024.
Luas area pembangunan tersebut mencapai sekitar 1.500 hektar, atau lebih dari 6 kilometer persegi, sepuluh kali lipat ukuran Pentagon, markas besar Departemen Pertahanan Amerika Serikat.
Para analis militer memperkirakan proyek ini mencakup bunker dan jaringan terowongan bawah tanah yang diperkuat untuk melindungi kepemimpinan tertinggi China jika terjadi perang besar.
“Luas lahannya jauh lebih besar daripada kamp militer dan sekolah militer pada umumnya, sehingga hanya dapat diasumsikan bahwa ini adalah lokasi organisasi administratif atau pangkalan pelatihan besar,” ujar Hsu Yen-chi, peneliti di Council on Strategic and Wargaming Studies di Taiwan, seperti dikutip Financial Times dan Newsweek, Selasa (12/11/2025).
Sementara itu, laporan terbaru dari lembaga pemikir RAND Corporation yang berbasis di California mencatat bahwa sejumlah peneliti Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) kini tengah mendorong adopsi model komando misi yang menyerupai sistem militer Amerika Serikat.
Model ini akan memberikan kewenangan pengambilan keputusan terbatas kepada perwira lapangan guna mempercepat respons di medan konflik yang dinamis. “Pengadopsian komando misi oleh PLA dapat memperburuk perilaku krisis PLA karena lemahnya koordinasi dan kendali pasukan garis depan oleh pimpinan senior,” tulis laporan RAND.
Namun, RAND juga mencatat sistem baru itu bisa menjadi tantangan strategis bagi militer AS, karena memungkinkan China merespons lebih cepat dalam situasi genting.
Pembangunan kompleks bawah tanah ini terjadi di tengah memanasnya ketegangan geopolitik global. Beberapa titik rawan konflik di Asia Timur berpotensi menyeret AS dan China, dua kekuatan nuklir terbesar dunia, ke dalam konfrontasi langsung.
Salah satu skenario yang dikhawatirkan adalah invasi China ke Taiwan, yang diklaim sebagai wilayahnya sendiri.
Selain itu, sengketa di Laut China Selatan yang melibatkan Filipina, sekutu Amerika Serikat, juga disebut berpotensi memicu salah perhitungan militer yang berujung fatal.
Presiden China Xi Jinping sendiri telah menginstruksikan PLA untuk menjadi kekuatan militer kelas dunia pada pertengahan abad ini. Seiring dengan ambisi itu, Beijing terus memperkuat arsenalnya, mulai dari jet tempur generasi baru, kapal induk modern, hingga persenjataan nuklir strategis.











