Parlemen

Tina Rambe Ditahan, Pangeran Khairul Saleh Desak Restorative Justice

×

Tina Rambe Ditahan, Pangeran Khairul Saleh Desak Restorative Justice

Sebarkan artikel ini
Tina Rambe Ditahan, Pangeran Khairul Saleh Desak Restorative Justice
Doc. Foto: Jurnalbabel.com

Koropak.com – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Pangeran Khairul Saleh, mengimbau agar aparat penegak hukum menerapkan pendekatan keadilan restoratif dalam kasus Tina Rambe,

seorang ibu yang ditangkap saat berdemo menolak operasi Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Labuhanbatu, Sumatera Utara. Ini diharapkan untuk memastikan keadilan hukum bagi masyarakat.

“Pihak penegak hukum seharusnya menerapkan pendekatan restorative justice untuk menyelesaikan masalah sosial antara masyarakat dan perusahaan,” ungkap Pangeran dalam pernyataan tertulis yang diterima Parlementaria di Jakarta pada Senin (9/9/2024).

Tina Rambe dan dua aktivis lainnya ditangkap pada Senin, 20 Mei, saat melakukan demonstrasi menolak pengoperasian PKS PT Pulo Padang Sawit Permai (PPSP).

Penolakan ini disebabkan dampak negatif pabrik terhadap masyarakat sekitar, seperti suara bising, bau, polusi udara, dan pencemaran air sumur serta sungai.

Lokasi pabrik yang berdampingan dengan sekolah juga menimbulkan gangguan bagi murid dan ancaman keselamatan anak-anak akibat lalu lintas truk operasional. Tina dikenal sebagai suara lantang dalam penolakan operasional PKS tersebut.

Dari tiga orang yang ditangkap, dua telah mendapatkan penangguhan penahanan, sementara Tina Rambe masih ditahan dan sedang mengajukan sidang praperadilan yang belum diputuskan.

Ia dijerat sebagai tersangka dalam kasus dugaan perlawanan terhadap aparat saat memperjuangkan hak warga terkait penolakan terhadap PKS.

Pangeran mengatakan, seharusnya penegak hukum bijaksana dengan memberikan restorative justice atau keadilan restoratif pada kasus seperti Tina karena menyangkut kesejahteraan masyarakat.

“Karena pendekatan restorative justice kan penyelesaian perkara pidana yang melibatkan dialog dan mediasi antara korban, pelaku, dan masyarakat,” ucap Politisi Fraksi PAN ini.

“Kapolri juga sudah pernah berpesan soal hal ini agar polisi melakukan pendekatan humanis atau soft approach dan gunakan restorative justice untuk kasus pidana yang berkaitan dengan masalah sosial kemasyarakatan seperti perselisihan seperti ini,” sambung Pangeran.

Masalah penolakan warga terhadap pengoperasionalan pabrik sawit di Labuhanbatu sebenarnya sudah berlangsung lama sejak tahun 2017, namun menjadi perhatian masyarakat karena baru-baru ini video Tina saat menjadi tahanan viral di media sosial. Ada dua video Tina Rambe yang menjadi perhatian masyarakat.

Pertama video Tina saat berbincang dan memeluk anaknya yang masih di bawah lima tahun dari balik jeruji tahanan. Pangeran mengkritik ketidakpekaan penegak hukum dan mempertanyakan kenapa hanya Tina yang tidak mendapat penangguhan penahanan.

“Aparat kan bisa gunakan diskresi. Kan bisa disiapkan ruangan khusus agar yang bersangkutan bisa bertemu anaknya dalam suatu ruangan tanpa ada sekat. Kasihan anaknya harus melihat sang ibu dipenjara seperti itu, ini kan soal kemanusiaan, Aparat juga harus dapat menjelaskan mengapa hanya ibu ini yang tidak mendapat penangguhan penahanan dan kenapa proses praperadilannya tidak juga diputus-putus ini melanggar kepastian hukum juga,” sambung Pangeran.

Video viral kedua yang menjadi sorotan memperlihatkan Tina yang tidak boleh bertemu anaknya saat ia menjalani sidang di pengadilan. Meski ada aturan terkait hal ini, kata Pangeran, petugas disebut mestinya bisa lebih bijaksana.

“Seharusnya ada rasa empati sedikit untuk seorang ibu yang ingin bertemu putrinya. Masa malah dihalangi begitu. Jaksa dan petugas kepolisian kan bisa kasih keringanan memberi waktu dengan penjagaan. Toh tidak ada yang dirugikan juga kasih waktu tersangka bertemu anaknya,” tuturnya.

Pangeran pun meminta penegak hukum untuk melakukan dialog antara perusahaan, masyarakat, dan pemerintah untuk menyelesaikan perselisihan secara damai.

Penyelesaian konflik melalui dialog konstruktif dapat menghindari eskalasi dan memastikan bahwa hak-hak masyarakat dilindungi tanpa harus mengandalkan tindakan hukum yang represif.

BACA JUGA:  Said Abdullah Imbau Kabinet Prabowo-Gibran Harus Kompeten

“Utamakan restorative justice dalam menyelesaikan suatu kasus yang berkenaan dengan masalah sosial masyarakat tentu sekali ini sesuai kualifikasi yang sudah diatur dalam Peraturan mengenai RJ. Sehingga masyarakat dapat merasakan keadilan dari aparat penegak hukum, bukan hanya ditangkap dan disel tanpa kata dan penjelasan yang baik,” jelas Pangeran.

Legislator dari Dapil Kalimantan Selatan ini juga menilai, pendekatan restorative justice selain bersifat humanis, hal tersebut dapat pula mengurangi kesan arogansi penegak hukum.

Pangeran menyatakan, kasus perselisihan antara masyarakat dengan perusahaan seringkali terjadi dan seharusnya penegak hukum dapat menjadi mediator.

“Apalagi ini yang disangkakan hanya karena dianggap melawan aparat. Apa pelaku yang hanya beberapa orang ini sampai melakukan tindakan anarkis yang fatal Mereka hanya menuntut keadilan bagi masyarakat kok,” sebutnya.

Pangeran mengingatkan aparat penegak hukum, jangan sampai penahanan yang dilakukan terhadap Tina Rambe dan para warga lainnya dianggap sebagai bentuk pengkriminalisasian dan melanggar hak asasi manusia (HAM). Dalam hal ini adalah hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum.

“Aksi demo yang dilakukan itu dilindungi konstitusi kita. Jangan sampai salah kaprah. Penegak hukum harus bisa melihat masalah ini dengan lebih komprehensif, dan beri solusi terbaik. Bukan asal tangkap gitu aja,” tukas Pangeran.

Komisi III DPR yang membidangi urusan penegakan hukum juga meminta agar penangkapan terhadap peserta aksi demo dilakukan sebagai jalan terakhir. Itu pun, menurut Pangeran, dilakukan apabila demo menyebabkan kerugian besar.

“Sehingga agar tidak ada anggapan jalur hukum digunakan sebagai alat untuk menekan suara-suara penentang pihak-pihak tertentu, Hukum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan dan undang-undang yang berlaku. Jangan digunakan untuk menekan bahkan membungkam suara masyarakat. Kalau masih begitu, aparat penegak hukum bisa mencederai hak asasi manusia,” imbuh Pangeran.

Berdasarkan pada Pasal 2 Peraturan Kejaksaan (Perja) Nomor 15 tahun 2020, pertimbangan untuk melaksanakan konsep restorative justice adalah berdasarkan asas keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, dan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan.

Penahanan yang dilakukan terhadap Tina Rambe dan para warga lainnya, dianggap Pangeran, berpotensi mencederai keadilan masyarakat.

“Dan ibu Tina Rambe ini berhak mendapatkan restorative justice dan juga penangguhan penahanan, karena yang bersangkutan memiliki anak yang masih kecil. Penegak hukum harus jadikan ini sebagai bahan pertimbangan,” ungkapnya.

Pangeran menyatakan bahwa hak rakyat untuk menyampaikan pendapat adalah hak dasar yang harus dilindungi, terutama ketika berkaitan dengan kepentingan umum.

Lebih lanjut, Pangeran menegaskan pentingnya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan dan praktik perusahaan yang sering kali menggunakan jalur hukum untuk menanggapi penolakan dari masyarakat.

Ia juga meminta Pemerintah untuk memeriksa apakah izin operasional PT PSSP sudah memenuhi semua syarat yang ditetapkan, termasuk AMDAL.

“Jangan sampai hukum hanya berlaku berat sebelah—tegas terhadap masyarakat tapi lemah terhadap korporasi, apalagi jika tidak viral, tidak ada keadilan. Aparat penegak hukum harus memastikan bahwa tindakan terhadap aksi protes dilakukan secara adil dan tidak hanya menguntungkan pihak korporasi,” tegas Pangeran.

Komisi Hukum DPR juga menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap perusahaan-perusahaan di industri kelapa sawit. Pangeran menambahkan bahwa pabrik sawit harus bertanggung jawab atas dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan oleh operasional mereka.

“Transparansi dalam proses hukum dan akuntabilitas terhadap setiap tindakan hukum yang diambil harus menjadi prioritas, Penegakan hukum yang adil dan tidak berpihak harus diterapkan untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik,” tutup Pangeran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!