Koropak.com – Di Thailand, terjadi persaingan harga sengit di antara produsen mobil listrik. Persaingan ini dipicu oleh banyaknya produsen mobil listrik yang mendapat dukungan insentif pemerintah, yang menyebabkan beberapa perusahaan tidak mampu bertahan dan terpaksa keluar dari pasar.
Perang harga ini bermula dari kebijakan pemerintah Thailand yang memberikan subsidi besar-besaran kepada kendaraan listrik asal China sejak 2022. Kebijakan ini ternyata menciptakan berbagai gangguan dalam industri otomotif yang tidak terduga.
Akibat subsidi tersebut, beberapa pabrikan mobil konvensional dengan mesin pembakaran internal (ICE), seperti Suzuki dan Honda, terpaksa menghentikan operasi mereka.
Efek dari subsidi ini juga merembet ke seluruh rantai pasokan, menyebabkan banyak produsen suku cadang tutup karena produsen kendaraan listrik asal China yang mendapat subsidi lebih memilih untuk tidak menggunakan pemasok lokal.
Sejak diperkenalkannya skema subsidi kendaraan listrik pada 2022, Departemen Cukai melaporkan bahwa 185.029 kendaraan listrik telah diimpor ke Thailand.
Namun, data dari Kementerian Transportasi menunjukkan hanya 86.043 kendaraan listrik yang teregistrasi. Ini menunjukkan kelebihan pasokan setidaknya 90.000 unit.
“Kami mengalami kelebihan pasokan kendaraan listrik karena banyak kendaraan listrik yang diimpor dari China selama dua tahun terakhir masih ada di inventaris dealer,” kata Krisda Utamote, Presiden Asosiasi Kendaraan Listrik Thailand (EVAT), kepada Nikkei Asia.
Ia mencatat semakin banyak produsen kendaraan listrik China yang berinvestasi untuk produksi lokal.Subsidi yang diberikan pemerintah Thailand terhadap mobil listrik China itu dalam bentuk pembebasan pajak impor, yang merupakan bagian dari Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China.
Langkah ini membuat harga mobil listrik China menjadi lebih terjangkau, dengan memberikan subsidi sebesar 150.000 baht atau sekitar Rp68 juta per kendaraan kepada produsen China.
Kondisinya adalah perusahaan-perusahaan China harus memproduksi jumlah kendaraan listrik yang setara dengan yang mereka impor sejak 2022, dengan produksi yang dijadwalkan mulai tahun ini.
Kendaraan yang menerima subsidi ini dapat dijual di pasar domestik atau diekspor ke berbagai negara.
BYD, salah satu raksasa kendaraan listrik terbesar di China, telah memanfaatkan skema ini dengan memangkas harga model Atto 3-nya hingga 340.000 baht atau Rp154 juta, memberikan diskon sebesar 37 persen dari harga peluncuran awalnya yang mencapai 899.000 baht atau Rp408 juta.
Sementara itu, Neta, produsen kendaraan listrik China lainnya, mengurangi harga model V-II sebesar Rp22 juta, yang merupakan diskon 9 persen dari harga peluncurannya sebesar Rp249 juta di Thailand.
BYD dan pesaing China lainnya diproyeksikan mencapai kapasitas produksi tahunan sekitar 750 ribu kendaraan setelah pabrik mereka di Thailand beroperasi penuh.
Namun, perusahaan-perusahaan ini tetap bungkam mengenai apakah mereka akan mempertahankan strategi pemotongan harga yang agresif.
Dampak subsidi ini sangat besar, terutama pada sektor otomotif yang lebih luas, yang mempekerjakan lebih dari 750 ribu pekerja dan memberikan kontribusi sekitar 11 persen terhadap PDB Thailand.
Sektor ini merupakan kontributor keempat terbesar bagi ekonomi Thailand, setelah sektor industri (25,2 persen), pariwisata (18 persen), dan ritel (16 persen).
Penjualan mobil baru turun
Penjualan kendaraan berbahan bakar fosil di Thailand menurun sejak subsidi memangkas harga kendaraan listrik.
Produsen mobil Jepang, yang memproduksi sekitar 90 persen kendaraan, menjadi yang paling terpukul.
Federasi Industri Thailand melaporkan 260.365 kendaraan terjual dalam lima bulan pertama tahun ini, turun 23 persen dari periode yang sama pada 2023 dan merupakan jumlah terendah dalam satu dekade.
Di samping itu laporan Federasi Industri Thailand (FTI) pasar mobil Thailand lesu pada Juli dengan penurunan yoy sebesar 20,5 persen.
Hal ini disebabkan tingginya tingkat utang rumah tangga dan pertumbuhan ekonomi yang lambat.
Penjualan mobil mengalami penurunan menjadi 46.394 unit, sejalan dengan penurunan 16,6 persen dalam total produksi mobil yang mencapai 124.829 unit dari tahun ke tahun.
Perusahaan pembiayaan kredit mobil kini semakin selektif dalam menentukan kriteria calon pembeli karena kekhawatiran terhadap potensi masalah pinjaman.
Walaupun industri otomotif mengalami ketidakstabilan, pemerintah Thailand tetap berkomitmen pada kebijakan kendaraan listriknya.
“Kami sangat gembira melihat peningkatan investasi dari produsen kendaraan listrik China di Thailand. Ini menandakan kepercayaan mereka terhadap kebijakan kami yang mendukung kendaraan listrik,” kata Narit Therdsteerasukdi, Sekretaris Jenderal Dewan Investasi Thailand, seperti yang dikutip oleh Global Fleet.
Narit berharap produsen dari China akan bekerja sama dengan produsen suku cadang lokal dengan menggunakan komponen yang diproduksi di Thailand untuk meningkatkan stabilitas industri.