KOROPAK.COM – Istilah “timeless” dan “classy” kerap digunakan untuk menggambarkan gaya berpakaian yang dianggap elegan dan tak lekang oleh waktu. Dua kata ini sering muncul dalam perbincangan fashion, seolah menjadi standar ideal yang jauh dari tren musiman. Tapi, pernahkah kita benar-benar mempertanyakan arti di balik kedua istilah itu?
Dalam sebuah unggahan video dari akun Instagram @jennine.jacob, Jennine mengajak kita untuk merenung lebih dalam mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan “timeless” dan “classy” dalam konteks mode.
Banyak orang mengatakan, “Aku tidak ingin terlihat mencolok, cukup ingin tampil elegan dan timeless.” Pernyataan ini terdengar bijak, tapi menyimpan makna yang lebih kompleks.
Apa yang Kita Maksud Saat Bilang “Timeless”?
Seperti yang diungkapkan Jennine, “timeless” tidak berarti bebas dari pengaruh waktu secara keseluruhan. Gaya yang sering dianggap abadi itu biasanya berasal dari rentang 100 tahun terakhir, bukan dari seluruh sejarah umat manusia.
Jadi, ketika seseorang ingin tampil timeless, yang sebenarnya terjadi adalah mengadopsi gaya dari era tertentu yang telah diberi label “elegan” atau “anggun.”
Lalu, gaya siapa yang sebenarnya sedang kita tiru?
Makna di Balik “Classy” dan Simbol Sosial
Ketika seseorang menyebut ingin tampil “classy,” sering kali yang dibayangkan adalah tampilan bergaya old money, gaya klasik yang diasosiasikan dengan kekayaan lama dan aristokrasi.
Namun penting untuk disadari, gaya ini lebih dari sekadar blazer pas badan atau gaun netral. Ia membawa simbol status sosial, kekuasaan, dan sejarah ketimpangan ekonomi.
Seperti yang Jennine soroti, akses terhadap estetika old money secara historis hanya dimiliki kelompok tertentu, sementara kelompok lain, seperti masyarakat kulit hitam atau adat, kerap tak punya ruang yang sama untuk membangun kemapanan ekonomi dan tampil seperti itu.
Maka, ketika kita memuji gaya “classy,” pertanyaannya adalah: nilai apa yang sebenarnya kita angkat?
“Classic” dan “Timeless”, Apa Bedanya?
Chris Carosa dalam salah satu artikelnya membedakan dua istilah ini secara halus namun penting. “Classic” mengacu pada gaya yang terus dihargai dan dikenali, seperti little black dress atau jas biru navy.
Sementara “timeless” mengandung gagasan bahwa suatu gaya tidak terikat oleh waktu, walau kenyataannya, penilaian ini sangat tergantung pada konteks sosial dan budaya.
Artinya, apa yang kita anggap “abadi” bisa jadi hanyalah “klasik” dalam kerangka nilai dan estetika Eropa atau Amerika yang dominan.
Lalu, Apakah Kita Harus Berhenti Tampil Timeless?
Jawabannya: tidak harus. Fashion tetap menjadi media ekspresi personal. Namun seperti yang dikatakan Jennine, penting untuk lebih sadar terhadap pesan yang kita sampaikan melalui gaya berpakaian.
Apakah kita mengenakan loafers dan setelan krem karena nyaman dan sesuai selera pribadi? Atau karena secara tidak sadar, kita sedang membaur ke dalam citra kelas sosial tertentu yang kita asosiasikan dengan kesuksesan?
Kunci: Kesadaran dalam Bergaya
Perubahan dalam dunia fashion mungkin tidak terjadi dalam semalam. Namun, setiap pilihan yang kita buat dari apa yang kita pakai, bagaimana kita membeli pakaian, hingga siapa yang kita dukung berdampak. Maka, sebelum membeli pakaian hanya demi tampil “berkelas” atau “naik level,” coba tanya ke diri sendiri:
“Apakah ini benar-benar mencerminkan diriku yang otentik, atau aku hanya sedang menyesuaikan diri dengan standar yang tak semua orang punya akses terhadapnya?”











