KOROPAK.COM – JAKARTA – Nama Agustina Hastarini, istri dari Menteri Koperasi dan UKM Maman Abdurrahman, tercantum dalam sebuah surat edaran yang menggunakan kop resmi Kementerian UMKM. Surat tersebut menginformasikan rencana perjalanan dengan keterangan “Kunjungan Istri Menteri UMKM Republik Indonesia.”
Dalam dokumen sebagaimana dilansir dari laman Tempo, disebutkan bahwa Agustina akan melakukan lawatan ke tujuh kota di enam negara Eropa dan satu negara Asia.
Lawatan tersebut diklaim sebagai bagian dari misi budaya, yang dijadwalkan berlangsung dari 30 Juni hingga 14 Juli 2025. Destinasi yang tercantum dalam agenda perjalanan antara lain Istanbul, Pomorie, Sofia, Amsterdam, Brussels, Paris, Lucerne, dan Milan.
Melalui surat itu pula, pihak Kementerian meminta dukungan serta pendampingan dari kedutaan besar RI di negara-negara tujuan bagi Agustina dan rombongan selama perjalanan dinas tersebut berlangsung.
Menanggapi surat tersebut, Menteri Maman Abdurrahman saat dihubungi menyatakan bahwa dirinya sedang memverifikasi dokumen tersebut. “Saya lagi cek suratnya dulu. Terima kasih atas perhatiannya,” ujar Maman pada Kamis, 3 Juli 2025.
Agustina, yang juga dikenal dengan nama Tina Astari di media sosial, adalah pendiri dari dua lini produk: Larina (kecantikan) dan Freshphoria (kesehatan). Ia merupakan istri dari Maman Abdurrahman dan memiliki dua orang anak.
Selain berkiprah di dunia bisnis, Tina juga menjabat sebagai Penasihat Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian UMKM. Ia kerap hadir mendampingi suaminya dalam berbagai kegiatan resmi kementerian, sebagaimana terlihat dari unggahan akun Instagram resmi instansi tersebut maupun akun pribadinya.
Menyoal surat tersebut, Direktur Keadilan Fiskal dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, menyatakan bahwa surat perjalanan dinas adalah dokumen resmi negara dan hanya sah diberikan kepada pejabat publik atau ASN yang memiliki tugas fungsional.
“Kalau bukan ASN atau pejabat yang sedang menjalankan tugas resmi, maka tak ada dasar pemberian surat dinas,” tegas Askar. Ia mempertanyakan legitimasi peran Agustina dalam lawatan tersebut dan menyebut tidak seharusnya istri menteri mendapat fasilitas negara tanpa tanggung jawab langsung.
Askar menilai tindakan tersebut berpotensi melanggar etika pemerintahan dan bisa dikategorikan sebagai konflik kepentingan. “Ini bisa diperiksa lebih lanjut oleh lembaga seperti BPKP karena mengindikasikan penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau keluarga,” ujarnya.
Menurut Askar, regulasi seperti UU No. 17 Tahun 2003 dan PMK No. 60 telah secara tegas menyatakan bahwa perjalanan dinas dan dukungan pembiayaan hanya berlaku bagi pejabat dan ASN yang mendapat penugasan resmi. Pemberian fasilitas kepada pasangan pejabat tidak termasuk di dalamnya.
Ia menutup dengan peringatan bahwa pembiayaan perjalanan tanpa urgensi yang jelas adalah bentuk penyalahgunaan anggaran negara dan membuka ruang bagi nepotisme terselubung. “Ini bertentangan dengan semangat efisiensi dan akuntabilitas anggaran negara,” pungkasnya.