Koropak.com – Hevearita Gunaryanti Rahayu, Wali Kota Semarang, dijadwalkan untuk menjalani pemeriksaan terkait dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Semarang selama periode 2023-2024.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan serangkaian penggeledahan dan pemeriksaan dalam kasus ini. Pada Rabu pagi, 17 Juli 2024, KPK menggeledah kantor dan rumah pribadi Hevearita. Kegiatan penggeledahan ini dilanjutkan dengan pemeriksaan sejumlah pegawai pada Kamis, 18 Juli 2024.
Selain itu, KPK juga telah memberlakukan larangan berpergian ke luar negeri untuk empat orang, termasuk Wali Kota Semarang Hevearita dan suaminya, Alwin Basri, guna memfasilitasi penyidikan kasus dugaan korupsi tersebut.
Hevearita, yang merupakan kader PDIP, diangkat menjadi Wali Kota Semarang pada tahun 2022 setelah Wali Kota sebelumnya, Hendrar Prihadi, diangkat menjadi Ketua Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahan (LKPP).
Sesuai dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dikeluarkan KPK, Hevearita saat ini memiliki kekayaan sebesar Rp3,36 miliar.
Lantas, berapa gaji dan tunjangan yang diterima Hevearita sebagai Wali Kota Semarang?
Pemberian gaji wali kota diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 59 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1980 Tentang Hak Keuangan/Administratif Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dan Bekas Kepala Daerah/Bekas Wakil Kepala Daerah Serta Janda/Dudanya Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1993.
Sebagai Wali Kota Semarang, Hevearita mendapat gaji pokok sebesar Rp2,1 juta per bulan. “Besarnya gaji pokok bagi: Kepala Daerah Kabupaten/Kota adalah Rp2.100.000 sebulan,” bunyi Pasal 4 Ayat 1 PP Nomor 59 Tahun 2000.
Selain menerima gaji pokok, wali kota juga mendapatkan tunjangan jabatan dan tunjangan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk Pegawai Negeri Sipil, kecuali jika ada ketentuan lain yang diatur oleh peraturan perundang-undangan.
Tunjangan jabatan merupakan salah satu bentuk tunjangan yang diterima oleh pejabat setingkat wali kota. Besaran tunjangan ini diatur dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2001 tentang Tunjangan Jabatan Bagi Pejabat Negara Tertentu. Menurut peraturan tersebut, tunjangan jabatan wali kota adalah sebesar Rp3,78 juta per bulan.
“Kepala Daerah Kabupaten/Kota adalah sebesar Rp3.780.000,00,” bunyi Pasal 1 Ayat 2 Perpres Nomor 68 Tahun 2001.
Tak hanya gaji dan tunjangan, wali kota juga menerima berbagai fasilitas dan perlengkapan beserta biaya pemeliharaannya.
Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 109 Tahun 2000 mengenai Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Berikut adalah rincian fasilitas yang diperoleh pejabat daerah:
– Rumah jabatan beserta perlengkapan dan biaya pemeliharaannya
– Kendaraan dinas
– Biaya rumah tangga
– Biaya pembelian inventaris rumah jabatan
– Biaya pemeliharaan rumah jabatan dan barang-barang inventarisnya
– Biaya pemeliharaan kendaraan dinas
– Biaya pemeliharaan kesehatan
– Biaya perjalanan dinas
– Biaya penunjang operasional
Selain itu, wali kota juga menerima biaya penunjang operasional tambahan yang dapat digunakan untuk koordinasi, penanggulangan kerawanan sosial masyarakat, pengamanan, serta kegiatan khusus lainnya yang mendukung pelaksanaan tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Ketentuan ini diatur dalam Pasal 9 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 109 Tahun 2000. Besaran biaya penunjang operasional ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), dengan rincian sebagai berikut:
– PAD hingga 5 miliar: izin operasional minimal 125 juta dan maksimal 3 persen dari PAD.
– PAD antara 5 miliar hingga 10 miliar: izin operasional minimal 150 juta dan maksimal 2 persen dari PAD.
– PAD antara 10 miliar hingga 20 miliar: izin operasional minimal 250 juta dan maksimal 1,5 persen dari PAD.
– PAD antara 20 miliar hingga 50 miliar: izin operasional minimal 300 juta dan maksimal 0,8 persen dari PAD.
– PAD antara 50 miliar hingga 150 miliar: izin operasional minimal 400 juta dan maksimal 0,4 persen dari PAD.
– PAD di atas 150 miliar: izin operasional minimal 600 juta dan maksimal 0,15 persen dari PAD.